Beberapa pekan terakhir warung Madura di hebohkan dengan beberapa isu perihal jam operasional yang menuai kontroversi. Usai isu menyulut respon berbagai pihak kini Warung Madura dinilai menuai polemik terkait Gas elpiji dan Pertamini.
Protes ini di layangkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Roy Nicholas Mandey. Ia menekankan agar pemerintah memberlakukan kebijakan yang sama dan tidak diskriminatif antara warung Madura dan toko ritel. Roy menyatakan bahwa meskipun mereka ingin beroperasi selama 24 jam, mereka harus mematuhi peraturan pemerintah terkait dengan barang-barang tertentu seperti bensin dan LPG untuk keamanan penjual.
Roy menunjukkan bahwa untuk penjualan bahan bakar minyak di stasiun pengisian bahan bakar, ada persyaratan keamanan yang harus dipenuhi, seperti ketersediaan alat pemadam kebakaran di sekitar area. Menurutnya, hal ini belum terpenuhi oleh warung Madura.
Roy menjelaskan bahwa mereka tidak pernah mengkhawatirkan waktu operasional karena tidak ada batas waktu yang ditetapkan. Namun, yang mereka tekankan adalah kepatuhan terhadap peraturan dan regulasi untuk memastikan kesetaraan dalam persaingan bisnis.
“Kita pedagang diatur untuk minolnya, kita pedagang diatur tidak boleh jual bensin karena tidak memiliki izin bensinnya, tidak ada jual solar karena tidak memiliki izin jual solar. Kalau ada izin, ya silakan. Jadi level at the same playing field harus sama atau fairness, atau pemerintah jangan diskriminatif,” lanjutnya.
Hal ini kembali menyulut respon dari berbagai pihak, termasuk ASAUDARA (Asosiasi Pemuda Wirausaha Madura). Menurut Kajian dalam Asosiasi ini hal tersebut adalah sebuah sentimen yang terlalu di lebih-lebihkan.
Menurut Yudha ” Argument ini cendrung pada sentimen persaingan bisnis, seperti yang kita ketahui bersama di mulai dari isu warung Madura tidak boleh beroperasi 24 jam, sampai detik ini usaha warung Madura ini terus di guyur isu-isu yang sebenarnya bisa di backup tanpa harus di lebih-lebihkan sehingga semakin nampak dan seolah-olah mengkonfirmasi bahwa pengusaha ritel ini memang terganggu dengan keberadaan warung Madura yang notabene sama-sama pelaku usaha”
” Dari hal ini, Peran pemerintah diharapkan fair dan jelas yang pasti pemerintah tidak boleh terintimidasi oleh siapapun dan pihak manapun. Jika memang dalam pengelolaan menejemennya warung Madura ada yang kurang tinggal di himbau saja tanpa harus di cari-cari kesalahannya” Tambahnya.
Polemik ini tentu menarik perhatian publik karena pemerintah seolah-olah terpojok oleh dua kekuatan pelaku usaha yang keduanya sama-sama mendongkrak perekonomian negara.