
Toshiba, salah satu perusahaan teknologi terkemuka yang telah berdiri sejak sebelum Perang Dunia II, mengalami kehancuran setelah terbongkar skandal keuangan yang menggemparkan. Pada tahun 2015, Komisi Pengawasan Sekuritas Jepang mulai menyelidiki praktik akuntansi Toshiba untuk proyek infrastruktur. Hasilnya, ditemukan pemalsuan data laporan keuangan yang mencatat penjualan dan laba perusahaan lebih tinggi dari kenyataan.
Para pemegang saham, yang terdampak oleh manipulasi ini, menghadiri rapat umum di Tokyo pada Juni 2015. Tanpa ampun, kredibilitas Toshiba hancur dan saham mereka dihapus dari bursa saham Tokyo. Dalam upaya menyelamatkan diri, para petinggi perusahaan harus membayar kerugian yang mereka sebabkan.
Sejarah panjang Toshiba, yang dimulai pada tahun 1939 melalui merger beberapa perusahaan tua, kini dipenuhi oleh berbagai pencapaian teknologi. Mereka menjadi pionir dalam banyak hal, mulai dari lampu bohlam pertama hingga pembangkit listrik menggunakan kincir air pertama di Jepang. Namun, dalam era persaingan bisnis yang semakin sengit, reputasi mereka mulai pudar.
Tindakan gegabah juga memainkan peran dalam kisah kehancuran Toshiba. Pembelian Westinghouse Electric Company, perusahaan teknologi nuklir senilai miliaran dolar pada tahun 2006, dianggap sebagai langkah berani untuk masa depan energi. Namun, ramalan yang menganggap tenaga nuklir sebagai alternatif utama terhadap minyak dan batu bara gagal terwujud.
Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan praktik kecurangan yang melibatkan beberapa CEO, termasuk Hisao Tanaka dan Norio Sasaki. Budaya perusahaan yang memupuk loyalitas buta terhadap atasan dan ketidakmampuan para karyawan untuk melaporkan kecurangan menyebabkan skandal ini berkembang selama bertahun-tahun.
Di tengah tekanan publik dan kehancuran finansial, CEO dan eksekutif lainnya terpaksa mengundurkan diri. Pengadilan memerintahkan mantan CEO untuk membayar ganti rugi yang besar, menandai kali pertama CEO dituntut tanggung jawab atas penyimpangan perusahaan.
Pada akhirnya, Toshiba dipimpin oleh Masashi Muromachi, tetapi upaya penyelamatan terlambat. Perusahaan nuklir yang dibelinya juga tidak dapat menyelamatkan Toshiba dari krisis finansial yang mendalam. Kisah kebangkitan dan kehancuran Toshiba mengajarkan pelajaran berharga tentang pentingnya tata kelola perusahaan yang kuat dan integritas yang tak ternilai harganya.