Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja sama dengan Korwas PPNS Bareskrim Polri telah mengungkap adanya aktivitas penambangan emas ilegal di bawah tanah di Ketapang, Kalimantan Barat.
Aktivitas ilegal ini dilakukan oleh sekelompok warga negara asing (WNA) asal China, yang menggali lubang sepanjang 1.648,3 meter.
Sunindyo Suryo Herdadi, Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM, menyatakan bahwa pelaku menggunakan lubang tambang atau terowongan di wilayah tambang yang berizin sebagai modus operandi mereka.
Lubang tambang yang seharusnya dipelihara tersebut malah dimanfaatkan untuk kegiatan penambangan ilegal.
“Setelah dilakukan pengukuran oleh surveyor yang kompeten, ditemukan bahwa lubang tambang tersebut memiliki panjang total 1.648,3 meter dengan volume 4.467,2 meter kubik,” ujar Sunindyo dalam konferensi pers pada Selasa (13/5/2024).
Pelaku melakukan penambangan dan pemurnian emas di dalam lubang tambang tersebut sebelum membawa hasilnya keluar untuk dijual.
“Hasil dari kejahatan tersebut dimurnikan dan kemudian dibawa keluar dari terowongan untuk dijual dalam bentuk bijih atau bullion emas,” tambahnya.
Sunindyo juga menyebutkan bahwa berbagai peralatan ditemukan di lokasi penambangan ilegal tersebut, termasuk alat ketok atau labelling, saringan emas, cetakan emas, dan induction smelting. Selain itu, ditemukan pula alat berat seperti lower loader dan dump truck listrik.
Aktivitas penambangan ilegal ini dilakukan oleh seorang WNA asal China dengan inisial YH, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Tersangka dinyatakan melakukan penambangan tanpa izin sesuai dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, yang mengancam hukuman penjara selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar.
Kasus ini juga sedang dikembangkan menjadi perkara pidana di luar Undang-Undang Minerba.
Sunindyo menambahkan bahwa penyelidikan masih berlangsung untuk memperkirakan potensi kerugian negara akibat kegiatan penambangan ilegal tersebut.
“Kerugian negara akibat tambang ilegal ini masih dalam perhitungan oleh lembaga terkait yang memiliki kompetensi untuk menghitung kerugian negara,” tutupnya.