Nurtanio Pringadisuryo, lahir pada 3 Desember 1923 di Kandangan, Kalimantan Selatan, adalah seorang pionir dalam industri penerbangan Indonesia.
Berbeda dengan B.J. Habibie yang dikenal dunia karena pendidikannya di ITB dan RWTH German, Nurtanio menempuh pendidikan di Kogyo Gakkou yang didirikan Jepang.
Menurut pengakuannya, ia tidak mendapatkan ilmu apa-apa karena hanya disuruh mendorong dan membersihkan pesawat saja.
Namun, Nurtanio tidak membiarkan hal tersebut menghentikan minatnya pada pesawat terbang. Ia belajar secara otodidak dan berhasil menciptakan pesawat terbang pertama di Indonesia.
Pesawat Glider NWG-1: Simbol Harapan Baru
Nurtanio menciptakan pesawat terbang Glider NWG-1. Pesawat ini unik karena material kerasnya dibuat dari kayu jamuju dan sayapnya dari kain blacu.
Ini adalah pesawat satu-satunya yang seluruh komponennya berasal dari Indonesia. Meskipun pesawat ini tidak terlalu praktikal dalam penggunaannya, tetapi telah membuka pintu harapan sehingga Indonesia masuk ke babak baru penerbangan Nasional.
Karir Nurtanio: Dari Andir hingga LAPIP
Setelah lulus dari sekolah di Manila pada tahun 1954, saat Indonesia telah merdeka, Nurtanio langsung mendapat jabatan sebagai Kepala Depot Perawatan di Andir, yang merupakan lapangan terbang peninggalan Belanda.
Di bawah tangan Nurtanio di Andir, akhirnya membidani lahirnya pesawat Belalang (militer), Sikumbang (militer) dan Gelatik (pertanian).
Nurtanio bukan hanya handal dalam teknisi pesawat tetapi juga merupakan seorang pilot, ia mempelajari keahlian ini saat sekolah di Manila.
Di sisi lain, Nurtanio juga memahami industri strategis di bidang Aeronautika, ia mengumpulkan anak-anak lulusan STM untuk dibina di LAPIP (Lembaga Persiapan Industri Penerbangan).
Kontribusi Nurtanio pada Industri Roket
Anak-anak yang dibina oleh Nurtanio di LAPIP akhirnya berhasil membuat Kartika 1, roket yang mampu merekam sinyal-sinyal satelit cuaca. Ini adalah roket kedua se-Asia-Afrika yang sukses.
AREV: Api Revolusi
AREV, atau Api Revolusi, adalah nama pesawat terbang yang disiapkan Nurtanio untuk perjalanan keliling dunia.
Namun, saat percobaan penerbangan AREV, yang mana Nurtanio menjadi pilotnya, terjadi kecelakaan sehingga beliau meninggal sebagai pilot di dalam pesawat buatannya.
Nurtanio vs Habibie
B.J. Habibie, lahir pada 25 Juni 1936 di Parepare, Indonesia, adalah seorang insinyur pesawat dan politikus yang menjadi presiden Indonesia (1998–99) dan pemimpin dalam pengembangan teknologi dan ekonomi negara pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21.
Habibie dikenal luas sebagai seorang profesor dan ilmuwan dalam teknologi aviasi internasional. Habibie adalah pembuat pesawat terbang penumpang pertama di Indonesia.
Namun, sebelum B.J. Habibie, kita sudah punya sosok ilmuwan penting dalam sejarah Indonesia yang kurang dikenal, dialah senior dari Habibie, yakni Nurtanio Pringadi Suryo.
Kesimpulan
Nurtanio Pringadisuryo adalah seorang pionir dalam industri penerbangan Indonesia yang telah menciptakan pesawat terbang pertama di negara ini.
Meskipun ia tidak mendapatkan pendidikan formal dalam bidang ini, ia belajar secara otodidak dan berhasil menciptakan pesawat terbang Glider NWG-1.
Nurtanio juga berperan penting dalam pembentukan LAPIP dan kontribusi pada industri roket di Indonesia.
Meskipun ia meninggal dalam kecelakaan pesawat, warisannya masih hidup dan berdampak pada industri penerbangan Indonesia.
Sementara itu, B.J. Habibie, yang sering kali lebih dikenal, juga memiliki kontribusi yang signifikan terhadap industri penerbangan Indonesia, terutama dalam pembuatan pesawat terbang penumpang pertama di negara ini.
Namun, penting untuk diingat bahwa sebelum Habibie, ada Nurtanio – seorang pionir yang membuka jalan bagi kemajuan teknologi penerbangan di Indonesia.
Dengan demikian, kisah Nurtanio Pringadisuryo adalah bukti bahwa, meski dengan keterbatasan dan tantangan, seseorang dapat mencapai prestasi yang luar biasa dan meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah.
Ini adalah cerita tentang bagaimana seorang anak muda menemukan dan mengejar passionnya hingga akhir hayat, bahkan di tengah masa penjajahan dengan berbagai keterbatasan.
Kisah ini benar-benar menginspirasi dan memberikan pelajaran berharga tentang kegigihan, dedikasi, dan cinta terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.